Sejak virus corona diidentifikasi berawal dari Wuhan pada bulan Desember 2019, virus ini pun menyebar ke seluruh dunia dan memengaruhi lebih dari 180 negara, termasuk Indonesia. Sejauh ini, para ahli meyakini bahwa orang dengan penyakit komorbid, mengalami perjalanan penyakit yang lebih cepat dan parah [1].
Selain itu, pasien yang lebih tua, terutama berusia 65 tahun ke atas dengan penyakit penyerta (komorbid) dan terinfeksi virus corona, berisiko lebih tinggi masuk ke unit perawatan intensif (ICU) dan kematian akibat penyakit COVID-19 [1].
Oleh sebab itu, orang yang memiliki penyakit komorbid harus mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan agar terhindar dari infeksi virus corona.
Lalu, apa peran Reishi dalam hal ini? Yuk, simak terus ulasannya dalam artikel berikut ini!
Apa arti komorbiditas?
Menurut Jooby Babu, MD, seorang ahli paru dan spesialis perawatan kritis yang diwawancarai oleh tim Health, komorbiditas adalah adanya dua atau lebih penyakit pada orang yang sama. Misalnya, seseorang menderita diabetes mellitus dan hipertensi, atau menderita diabetes mellitus dan gagal ginjal [2].
Istilah komorbiditas sendiri pertama kali didokumentasikan sekitar tahun 1970-an oleh dokter dan ahli epidemiologi terkenal, A.R. Feinstein. Ia menggunakan orang-orang yang menderita demam rematik dan berbagai penyakit lainnya sebagai contoh [2].
Hubungan penyakit komorbid dan COVID-19
Sebuah penelitian yang terbit di SN Comprehensive Clinical Medicine pada bulan Juni 2020, menemukan bahwa COVID-19 yang terjadi pada orang dengan kondisi kesehatan atau komorbiditas memiliki perkembangan penyakit yang semakin cepat dan parah. Bahkan, tidak jarang berakhir dengan kematian [1].
Para peneliti juga melihat semua data yang tersedia dan menemukan bahwa berada dalam komorbiditas juga dapat meningkatkan risiko terinfeksi virus corona.
Beberapa penyakit komorbid, seperti hipertensi, obesitas, penyakit paru-paru kronis, diabetes mellitus, atau penyakit kardiovaskular, memiliki prognosis terburuk. Hal ini juga sering berakhir dengan kondisi kesehatan yang semakin memburuk, seperti radang paru-paru dan sindrom gangguan pernapasan akut yang mengancam keselamatan jiwa.
“Komorbiditas adalah masalah kesehatan yang serius, karena ada dua atau lebih kondisi yang meningkatkan kemungkinan rawat inap dan risiko kematian, serta menurunkan kualitas hidup,” ujar Dr. Babu.
Saat seseorang mengalami kondisi komorbiditas, sistem kekebalan tubuhnya mungkin akan terganggu atau membutuhkan perawatan tambahan. Selain itu, mereka mungkin sudah mengalami komplikasi dari kondisi yang mendasarinya, sehingga meningkatkan tekanan pada tubuh yang semakin melemahkan sistem imunnya.
Menurut sebuah penelitian yang terbit dalam Annals of Family Medicine, penyakit komorbid dikaitkan dengan hasil kesehatan yang lebih buruk, manajemen klinis yang lebih kompleks, dan peningkatan biaya perawatan kesehatan [3].
Daftar penyakit komorbid menurut CDC
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memberikan daftar penyakit komorbid pada pasien COVID-19, yang mencakup [4]:
- Kanker.
- Penyakit ginjal kronis.
- Penyakit paru kronis, seperti PPOK (penyakit paru obstruktif kronis), asma (tingkat sedang hingga berat), penyakit paru interstisial, cystic fibrosis, dan hipertensi pulmonal.
- Demensia atau gangguan neurologis lainnya.
- Penyakit jantung, termasuk gagal jantung, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, atau hipertensi.
- Sindrom Down.
- Infeksi HIV.
- Gangguan immunocompromised (sistem kekebalan melemah).
- Penyakit hati, seperti fatty liver, sirosis, atau fibrosis hati.
- Obesitas.
- Kehamilan.
- Diabetes mellitus tipe 1 dan 2.
- Penyakit talasemia atau sel sabit.
- Kebiasaan merokok.
- Riwayat transplantasi organ padat atau sel induk darah.
- Riwayat stroke atau penyakit serebrovaskular yang memengaruhi aliran darah ke otak.
- Gangguan penggunaan zat, seperti alkohol, opioid, atau kokain.
Karena COVID-19 adalah penyakit baru yang masih terus diteliti hingga saat ini, tidak banyak data yang tersedia tentang bagaimana penyakit bawaan tersebut memengaruhi tingkat keparahan COVID-19.
Namun, ada beberapa penyakit komorbid yang diduga lebih dapat meningkatkan keparahan COVID-19 di antara yang lainnya, seperti asma (sedang hingga berat), cystic fibrosis, hipertensi, demensia, dan diabetes mellitus tipe 1 [2, 4].
Tindakan apa yang harus dilakukan?
Secara umum, semakin bertambahnya usia Anda, semakin banyak kondisi kesehatan yang Anda miliki. Jika semakin parah kondisinya, maka semakin penting untuk Anda mengambil tindakan pencegahan COVID-19, seperti:
- Vaksinasi.
- Memakai masker.
- Menjaga jarak.
- Mempraktikkan kebersihan tangan.
- Membatasi mobilitas yang tidak perlu.
Sangat penting bagi Anda melakukan pemeriksaan secara rutin dan berkonsultasi dengan dokter untuk mengelola kondisi komorbiditas dengan aman dan hati-hati.
Melansir dari CDC, jika Anda memiliki kondisi medis atau penyakit komorbid, beberapa tindakan berikut dapat Anda lakukan berdasarkan kondisi medis dan faktor risiko lainnya [4]:
- Tetap mengonsumsi obat-obatan yang memang diperlukan sesuai dengan arahan dokter.
- Tetap menjalani rencana perawatan saat ini, misalnya cuci darah, cek gula darah, diet, dan olahraga, untuk menjaga kondisi tetap terkendali.
- Memiliki persediaan obat resep dan non-resep setidaknya selama 30 hari jika memungkinkan, untuk mengurangi perjalanan ke apotek.
- Menyediakan pilihan makanan yang tahan lama untuk memenuhi kebutuhan diet berdasarkan kondisi medis.
- Ketahui pemicu komorbid dan hindari sebisa mungkin, misalnya menghindari pemicu asma dengan membersihkan dan mendisinfeksi rumah.
- Mengelola stres dengan baik.
- Tidak menunda perawatan darurat untuk kondisi medis karena COVID-19 dan segera hubungi pelayanan kesehatan terdekat.
Lalu, apa peran Reishi bagi orang dengan penyakit komorbid?
Seperti yang Anda ketahui, orang dengan penyakit komorbid memiliki perkembangan penyakit COVID-19 yang lebih cepat dan lebih parah. Ekstrak jamur Reishi adalah suplemen kesehatan yang dapat mendukung kesehatan dengan membantu mencegah infeksi dan mengelola penyakit komorbid dengan baik.
Mencegah infeksi
Sudah banyak penelitian yang membuktikan jamur Reishi dapat mengatasi dan mencegah berbagai penyakit infeksi, termasuk penyakit HIV. Ini adalah salah satu penyakit komorbid pada pasien COVID-19.
Beberapa studi menjelaskan bahwa dua senyawa triterpen baru, lucidumol A dan asam ganoderic beta, yang diisolasi dari Ganoderma lucidum adalah penghambat yang cukup aktif terhadap HIV. Oleh sebab itu, jamur Reishi dapat bertindak sebagai anti-HIV [5, 6].
Selain itu, jamur obat populer ini memiliki sifat anti-bakteri dan anti-virus yang kuat, sehingga sangat membantu untuk mencegah dan menghambat terjadinya infeksi [7, 8, 9, 10, 11, 12].
Mengelola komorbiditas
Bagi Anda yang berada dalam kondisi komorbid, Anda dituntut untuk mengambil semua tindakan pencegahan dan perawatan sesuai dengan kondisi kesehatan Anda. Jamur Reishi mungkin menjadi salah satunya.
Ekstrak jamur Reishi ( Ganoderma lucidum) terbukti dapat membantu mengatasi penyakit komorbid dengan efektif, termasuk asma, diabetes mellitus, obesitas, penyakit jantung, gangguan ginjal, penyakit hati, hingga kanker [13, 14, 15, 16, 17].
Reishi juga dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh Anda, sehingga lebih kuat dalam melawan virus corona – meskipun dalam kondisi komorbid.
Di saat yang bersamaan, jamur ini juga membantu mengelola penyakit komorbid Anda dengan baik, sehingga kondisi Anda lebih terkendali. Bahkan, kualitas kesehatan dan hidup Anda pun dapat jauh lebih meningkat dari sebelumnya.
Original featured image by prostooleh – www.freepik.com
Baca Juga:
Bisakah Reishi Melawan Virus Corona (COVID-19)?
Seperti Apa Ciri-Ciri Demam pada COVID-19?
Ini Perbedaan dan Persamaan Gejala COVID-19 dan Flu Biasa