Sadar atau tidak, paparan stres yang berkepanjangan dapat berdampak buruk pada tubuh, termasuk bentuk otak Anda. Pemicu stres bisa dari mana saja, seperti pekerjaan, keluarga, keuangan, atau sulitnya menyelesaikan semua yang ada di list tugas harian.
Sebenarnya, stres adalah bagian normal dari hidup yang tidak mungkin dapat dihindari. Namun, jika Anda mengalaminya secara terus-menerus, alias berkepanjangan, maka ini bukanlah suatu hal yang normal lagi.
Berkepanjangan di sini juga bukan sesuatu yang terjadi satu atau dua jam, melainkan berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Pekerjaan yang dengan intensitas tinggi dari bos yang kejam misalnya, atau dalam posisi sambil merawat orang tua yang sakit.
Anda mungkin sedikit banyak menyadari bahwa selama waktu itu, Anda merasa lebih sulit untuk membuat keputusan sederhana, mengingat sesuatu, atau sekadar melacak kunci motor Anda.
Faktanya, ada alasan ilmiah dibalik semua ini, di mana stres dapat mengubah bentuk otak Anda, alias mengecilkan otak Anda secara fisik.
Bagaimana stres berkepanjangan dapat memengaruhi bentuk otak?
Saat Anda mengalami stres, tubuh Anda melepaskan hormon kortisol, alias hormon stres.
Dalam jumlah yang terbatas, ledakan hormon ini bukanlah hal yang buruk. Sebab, kortisol juga memiliki kekuatan untuk menurunkan tekanan darah, mengatur gula darah, dan mengurangi peradangan di dalam tubuh.
Para peneliti di University of California di Berkeley bahkan menemukan fakta bahwa ketika tikus laboratorium dihadapkan pada peristiwa stres yang singkat (operasi), sel induk di otak mereka benar-benar berkembang menjadi sel saraf baru. Hasilnya, kinerja mental tikus pun meningkat.
Namun, lain cerita dengan stres kronis, yaitu paparan berulang dan berkepanjangan terhadap sesuatu yang membuat stres, misalnya pekerjaan yang banyak menuntut atau orang tua yang sakit parah seperti yang disebutkan di atas – tidak menawarkan manfaat yang sama.
Dalam jangka waktu yang lama, peningkatan kadar kortisol dapat mengantarkan Anda menuju obesitas, penyakit jantung, depresi, tekanan darah tinggi, dan gaya hidup yang tidak sehat.
Ada bukti bahwa stres berdampak pada bentuk otak Anda
“Sekresi kortisol yang tinggi karena stres juga dapat mengecilkan bentuk otak, dan hal ini bisa dilihat dari hasil scanning otak,” ujar Dr. Janette Nesheiwat, dokter keluarga dan pengobatan darurat bersertifikat di New York City saat diwawancarai oleh Healthline.
Ada dua area di otak yang terpengaruh akibat stres kronis, yaitu:
- Hippocampus: pusat pembelajaran dan memori.
- Korteks prefrontal: pengatur pikiran, emosi, dan tindakan dengan “berbicara” ke bagian otak yang lain.
Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Neurology, para peneliti memeriksa kadar kortisol dalam darah dari 2.231 orang paruh baya yang sehat. Tim juga menilai fungsi memori dan kemampuan berpikir mereka, serta mengambil gambar otak mereka.
Hasilnya sungguh di luar dugaan! Para peserta – terutama wanita – yang memiliki kadar kortisol tinggi dalam darahnya memiliki fungsi memori dan tes kognitif yang lebih buruk. Seiring waktu, mereka juga tampaknya mengalami perubahan bentuk otak, yakni penyusutan volume otak.
Penderita penyakit Cushing pun turut membuktikan
Dr. Monica Starkman, seorang psikiater di University of Michigan Medical School, juga mengamati fenomena “penyusutan” ini pada pasien dengan penyakit Cushing. Ini merupakan kondisi langka di mana tubuh terlalu banyak memproduksi hormon kortisol.
“Saat penderita penyakit Cushing dilakukan pemindaian otak, kami menemukan bahwa memang, ukuran hippocampusnya lebih kecil dibandingkan dengan orang normal pada umumnya. Seperti yang Anda ketahui, hippocampus penting untuk belajar, dan kami menemukan bahwa skor belajar berkaitan dengan volume hippocampus,” jelas Starkman.
Hasil penelitian ini memperingatkan kita bahwa gaya hidup yang penuh tekanan mungkin tidak sebanding dengan biaya jangka panjangnya. Namun penting juga diingat bahwa tidak jelas apakah bentuk otak yang menyusut akibat stres ini bersifat permanen atau tidak.
Ketika pasien Starkman menjalani pengobatan mereka untuk penyakit Cushing (biasanya terdiri atas operasi hipofisis), kadar kortisol mereka pun turun dan volume hippocampusnya meningkat.
Hanya saja, di sini tidak menunjukkan adanya kaitan antara kinerja kognitif dengan tingkat stres. Namun, satu-satunya cara untuk memastikannya adalah melalui uji klinis, dan ini masih belum dilakukan hingga detik ini.
Tips melindungi otak Anda dari bahaya stres berkelanjutan
Langkah terbaik yang bisa Anda lakukan sekarang adalah melindungi otak Anda dari stres dengan sebaik mungkin. Tentunya, dengan mengenali seperti apa stres yang Anda alami dan rasakan.
Apakah itu dengan lekas marah atau menangis atau lainnya, tetapi faktanya, stres tidak selalu seperti itu.
Menurut Nesheiwat, tanda-tanda stres dapat mencakup kehilangan ingatan, serta sulit berpikir, berkonsentrasi, dan mengambil keputusan.
Stres juga bisa bermanifestasi dalam bentuk gejala fisik, seperti sakit kepala, kelelahan, penurunan berat badan, gangguan pencernaan, nyeri tubuh, dan nyeri sendi.
Jika Anda sudah berada di tahap ini, segera lakukan beberapa tips berikut untuk membantu Anda meredakan stres:
1. Aktif bergerak
Sekalipun Anda hanya melakukan berjalan cepat 10 menit, ini sudah bisa membantu Anda merasa lebih bugar dan siap untuk mengawali hari dengan semangat.
Olahraga dapat mengeluarkan endorfin, yaitu hormon yang dapat meningkatkan daya pikir, konsentrasi, dan suasana hati.
Beberapa orang juga menemukan bahwa berolahraga secara teratur dapat mengurangi kecemasan sama halnya dengan mengonsumsi obat-obatan – bahkan lebih baik. Ada bukti ilmiah juga bahwa latihan aerobik secara teratur dapat membantu menjaga fungsi dan bentuk otak seiring bertambahnya usia.
2. Jangan meremehkan kekuatan tidur
Tubuh perlu waktu untuk ‘sembuh’ dan ‘beregenerasi’, dan ini terjadi hanya ketika Anda mendapatkan istirahat yang cukup. Plus, tidak cukup tidur dapat menyebabkan tubuh meningkatkan produksi hormon stres (kortisol). Jadi, pastikan Anda dapat memiliki tidur yang cukup dan berkualitas setidaknya 7-9 jam setiap malam.
3. Makan dengan baik
Apa yang Anda makan memengaruhi fungsi kerja sistem tubuh Anda. Pastikan Anda memilih biji-bijian, buah-buahan, dan sayuran, yang mengandung karbohidrat kompleks untuk meningkatkan produksi serotonin, yaitu neurotransmitter yang membantu meningkatkan suasana hati.
Asupan vitamin C yang cukup juga dapat menurunkan kadar kortisol di dalam tubuh.
Beberapa pasokan zat gizi, seperti polisakarida, peptida, nukleosida, senyawa fenolik, dan triterpenoid dari jamur Reishi dapat membantu menjaga dan meningkatkan stamina tubuh Anda di tengah padatnya rutinitas harian.
4. Jaga kesehatanmu
Stres terkadang tidak terjadi karena tekanan dari lingkungan sekitar Anda, melainkan kondisi internal tubuh Anda, seperti depresi atau diabetes. Jadi, sangat penting melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh untuk mengantisipasi atau mengelola masalah kesehatan yang Anda miliki dengan baik.
5. Stay connected dengan teman-teman Anda
Ketika Anda bersosialisasi dan merasa didukung, maka tubuh Anda pun akan memproduksi lebih banyak oksitosin. Ini adalah hormon yang membuat perasaan Anda jadi lebih baik dengan mengurangi kecemasan dan menciptakan rasa tenang.
6. Istirahatkan otak Anda
Otak juga perlu beristirahat sama halnya dengan tubuh Anda. Latihan mindfulness seperti yoga, relaksasi, dan meditasi tidak akan secara ajaib membuat stres Anda menghilang. Namun, ini dapat membantu Anda mengelolanya dengan lebih baik.
Original featured image by 8photo – www.freepik.com
Baca Juga:
Makan Jamur Bisa Melindungi Kesehatan Otak? Ini Faktanya!
10 Cara Menghilangkan Stres, Ini Jauh Lebih Menyehatkan!